Jumat, 28 September 2012


LP REMATIK PADA LANSIA


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
REUMATIK (ARTRITIS TREUMATOID) PADA LANSIA

BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah osteoartritis.


Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan.golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982)
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Dan gangguan reumatik akan meningkat dengan meningkatnya umur. (Felson, 1993, Soenarto dan Wardoyo, 1994)

BAB II
KONSEP DASAR MEDIS

A. Defenisi.
Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rheumatismos yang berarti mucus, suatu cairan yang dianggap jahat mengalir dari otak ke sendi dan struktur klain tubuh sehingga menimbulkan rasa nyeri atau dengan kata lain, setiap kondisi yang disertai kondisi nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal disebut reumatik termasuk penyakit jaringan ikat.
Klasifikasi.
Reumatik dapat dikelompokkan atas beberapa golongan, yaitu :
1. Osteoartritis.
Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban.
2. Artritis Rematoid.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
3. Polimialgia Reumatik.
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan kekakuan yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu dan panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 tahun ke atas.
4. Artritis Gout (Pirai).
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa menopause.

B. OSTEOARTRITIS
1. Defenisi
Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.
Etiologi
Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
a. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
b. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
c. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dananak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
d. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
e. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).

2. Patofisiologi.

UMUR JENIS KELAMIN GENETIK SUKU KEGEMUKAN

Kerusakan fokal tulang rawan pembentukan tulang baru pada
sendi yang progresif tulang rawan, sendi dan tepi sendi
Perubahan metabolisme tulang
Peningkatan aktivitas enzim yang merusak
makro molekul matriks tulang rawan sendi
Penurunan kadar proteoglikan
Berkurangnya kadar proteoglikan
Perubahan sifat sifat kolagen
Berkurangnya kadar air tulang rawan sendi
Permukaan tulang rawan sendi terbelah pecah dengan robekan
Timbul laserasi

OSTEOARTRITIS

3. Menifestasi klinis
Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi , krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan

4. Penatalaksanaan
a. Obat obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
b. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
c. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
d. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
e. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.
f. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometric lebih baik dari pada isotonic karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikularmemegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
g. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.

BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN
1. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi : kekakuan pada pagi hari.
Keletihan
Tanda: Malaise
Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot
2. KARDIOVASKULER
Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun
3. INTEGRITAS EGO
Gejala: Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, factor-faktor hubungan
Keputusasaan dan ketidak berdayaan
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya ketergantungan pada orang lain
4. MAKANAN ATAU CAIRAN
Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat : mual.
Anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah
Tanda: Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa
5. HIGIENE
Gejala: berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan pada orang lain.
6. NEUROSENSORI
Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan
Tanda: Pembengkakan sendi
7. NYERI / KENYAMANAN
Gejala: fase akut dari nyeri
Terasa nyeri kronis dan kekakuan
8. KEAMANAN
Gejala: Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9. INTERAKSI SOSIAL
Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan peran: isolasi

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. DIAGNOSA 1: Nyeri b/d penurunan fungsi tulang
Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrol
INTERVENSI RASIONAL
mandiri
- kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 – 10). Catat factor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
- berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan

- biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi
- dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak
- anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi
- berikan masase yang lembut

kolaborasi
beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk seperti asetil salisilat (aspirin)
-membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program

- matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan setres pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri
- pada penyakit berat, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.

- Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi

- Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
- Meningkatkan elaksasi/mengurangi tegangan otot
- Meningkatkan relaksasi, mengurangi
- tegangan otot, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi


2. DIAGNOSA 2 : Intoleran aktivitas b/d perubahan otot.
Kriteria Hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
INTERVENSI
RASIONAL
• Perahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan.
• Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin.
• Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi,berdiri dan berjalan.
• Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untukmenggunakan alat bantu.
• Berikan obat-obatan sesuai
indikasi seperti steroid. • Untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan kekuatan.
• Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.
• Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.

• Menghindari cedera akibat kecelakaan seperti jatuh.

•untuk menekan inflamasisistemik akut

3. DIAGNOSA 3 : Resiko tinggi cedera b/d penurunan fungsi tulang.
Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.
INTERVENSI RASIONAL

•Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur, usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan malam
• Memantau regimen medikasi
•Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan kebebasan dalam lingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain, ketika pasien melamun alihkan perhatiannya ketimbang mengagetkannya •Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan membebaskan keluaraga dari kekhawatiran yang konstan.

•Hal ini akan memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat meningkatkan agitasi mengegetkan pasien akan
meningkatkan ansietas

4. DIAGNOSA 4 : Perubahan pola tidur b/d nyeri
Kriteria Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahatatau tidur.
INTERVENSI RASIONAL
Madiri
•Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang
terjadi
•berikan tempat tidur yang
nyaman
•buat rutinitas tidur baru yang dimasukan dalam pola lama dan lingkungan baru


• instruksikan tindakan relaksasi
•tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi hangat dan masage


•gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi: rendahkan tempat tidur bila mungkin
• hindari mengganggu bila mungkin seperti membangunkan untuk minum obat atau terapi

Kolaborasi
•berikan sedatif,hipnotik sesuai indikasi
•mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat

• meningkatkan kenyamanan tidur dukungan fisiologi dan psikologi
• Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stress dan ansietas yang
berhubungan dapat berkurang
Membantu menginduksi tidur
• Meningkatkan efek relaksasi
•Dapat merasakan takut jatuh karena perubahan ukuran dan tinggi tempat tidur, pagar tempat memberi keamanan untuk membantu mengubah posisi
•Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar, dan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun
•Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat

5. DIAGNOSA 5: Defisit perawatan diri b/d nyeri

Kriteria Hasil : Klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan sendiri secaea mandiri.
INTERVENSI RASIONAL
•Kaji tingkat fungsi fisik
• Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan progran latihan
• Kaji hambatan terhadap partisipasi
dalam perawatan diri, identifikasi untuk modifikasi lingkungan
• Identifikasi untuk perawatan yang
diperlukan, misalnya;lift,
peninggiandudukan toilet, kursi • Mengidentifikasi tingkat bantuan /dukungan yang diperlukan
• Mendukung kemandirian fisik/emosional
•Menyiapkan meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga diri
• Memberikan kesempatanuntuk dapat melakukan aktivitas seccara mandiri

Minggu, 05 Agustus 2012

Askep Gerontik Hipertensi


BAB I
PENDAHULUAN
  1. A. LATAR BELAKANG
Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan(HealthyPeople,1997).Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan muskuloskeletal menempati urutan kedua 14,5% setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health, Dept. Of Health, 1996). Dan berdasarkan survey WHO di Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo et. al, 1991).
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, jumlah populasi usia lanjut (lansia) juga meningkat. Tahun 1999, jumlah penduduk lansia di Indonesia lebih kurang 16 juta jiwa. Badan Kesehatan Dunia, WHO, memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di Indonesia 60 juta jiwa, mungkin salah satu terbesar di dunia.
Dibandingkan dengan jantung dan kanker, rematik boleh jadi tidak terlampau menakutkan. Namun, jumlah penduduk lansia yang tinggi kemungkinan membuat rematik jadi keluhan favorit. Penyakit otot dan persendian  ini sering menyerang lansia, melebihi hipertensi dan jantung, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta diabetes (Health-News,2007).

  1. B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sbb:
  1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum tentang rheumatoid arthritis yang terjadi pada lansia.
  1. Tujuan  Khusus
    1. Mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, serta tanda dan gejala yang terjadi pada lansia penderita rheumatoid artritis.
    2. Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan gerontik yang sesuai  diberikan pada lansia dengan rheumatoid arthritis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.DEFINISI
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248). Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh (Hidayat, 2006).
Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan sering kali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi(www.medicastore.com).
Arthritis adalah istilah medis untuk penyakit dan kelainan yang menyebabkan pembengkakan/radang atau kerusakan pada sendi. Arthritis sendiri merupakan keluarga besar inflammatory degenerative disease, di mana bentuknya sangat beragam, lebih dari 100 jenis arthritis. Istilah arthritis sendiri berasal dari bahasa Yunani /GreekArthon/sendi dan it is/radang (www. wrm-Indonesia.org).
Rhematoid artritis adalah peradangan yang kronis sistemik, progresif dan lebih banyak terjadi pada wanita, pada usia 25-35 tahun (Brunner, 2002).
B.ETIOLOGI
Penyebab dari artritis rhematoid belum dapat ditentukan secara pasti, tetapi dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
1.      Mekanisme imunitas (antigen antibodi) seperti interaksi IgG dari imunoglobulin dengan rhematoid faktor
2.      Faktor metabolik
3.      Infeksi dengan kecenderungan virus
C.PATOFISIOLOGI
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan.  Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.  Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
D.TANDA DAN GEJALA
1.      Tanda dan gejala setempat
q  Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
q  Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
q  Poli artritis simetris sendi perifer à Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar  seringkali terkena juga
q  Artritis erosif à sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar X
q  Deformitas à pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea, deformitas b€outonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga terserang yang disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan kemampuan bergerak yang total
q  Rematoid nodul à merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien dewasa, kasus ini sering menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau sepanjang permukaan ekstensor lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan padat.
q  Kronik à Ciri khas rematoid artritis
2.      Tanda dan gejala sistemik
·         Lemah, demam tachikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia
Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
  1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
  1. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck.
  1. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang
E.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Tes serologi
·         Sedimentasi eritrosit meningkat
·         Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
·         Rhematoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2.      Pemerikasaan radiologi
·         Periartricular osteoporosis, permulaan persendian erosi
·         Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
3.      Aspirasi sendi
·         Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
F.PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi adalah:
  1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan
  2. memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.
  3. Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
  1. Istirahat
  2. Latihan fisik
  3. Panas
  4. Pengobatan
    1. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
    2. Natrium kolin dan asetamenofen à meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapi obat
    3. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari à mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
    4. Garam emas
    5. Kortikosteroid
    6. Nutrisi à diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
Bila Rhematoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
1.      Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
2.      Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
3.      Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
4.      Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
  • Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
  • Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
2. Pemeriksaan Fisik
  • Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
  • Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
    • Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
    • Catat bila ada krepitasi
    • Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
    • Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
      • Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
      • Ukur kekuatan otot
      • Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
      • Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
3. Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.

Format Askep Gerontik


Format ASKEP gerontik

FORMAT DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA PADA KELUARGA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn./Ny .....DENGAN ...................................
Nama Mahasiswa    :
NIM    :
Tanggal Pengkajian    :

I.    PENGKAJIAN
A.    DATA DEMOGRAFI DAN KESEHATAN
1.    Karakteristik Demografi
a.    Identitas Klien
1)    Nama                :
2)    Umur                :
3)    Jenis Kelamin            :
4)    Agama                :
5)    Pendidikan Terakhir        :
6)    Status perkawinan        :
7)    Suku Bangsa            :
8)    Alamat Rumah            :
9)    Orang yang paling dekat dihubungi:
10)    Alamat/telepon            :

b.    Identitas Lansia Terdekat/Lansia Dimana Klien Tinggal :
1)    Nama            :
2)    Alamat            :
3)    Hubungan dengan klien    :

c.    Riwayat Pekerjaan
1)    Pekerjaan saat ini        :
2)    Pekerjaan sebelumnya    :
3)    Sumber pendapatan        :
4)    Kecukupan dari kebutuhan    :

d.    Riwayat Lansia   
1)    Saudara kandung
NAMA    ALAMAT    KETERANGAN
1.                                     
2.                                   
3.                                   
4.                                   
5.                                   

2)    Riwayat kematian dalam lansia ( 1 tahun terakhir )
a)    Nama    :
b)    Usia        :
c)    Penyebab    :

e.    Lingkungan Tempat Tinggal
1)    Jenis rumah/tempat tinggal    :
2)    Jumlah kamar            :
3)    Jumlah orang yang tinggal di rumah :
4)    Apakah rumah bertingkat    : ( ya / tidak )
5)    Privasi                : ( ya / tidak )
6)    Risiko injury            : ( ada / tidak )
7)    Jelaskan ...............................................
8)    Tetangga terdekat            :
9)    Alamat/telepon            :

f.    Aktifitas Rekreasi dan Pengisian Waktu Luang
1)    Hobby/interes            :
2)    Bepergian/wisata            :
3)    Kunjungan lansia            :
4)    Keanggotaan organisasi        :
5)    Lain-lain                :

g.    Uraian dari kegiatan khusus sehari-hari
Tipe/Jenis Kegiatan    Waktu Yang Digunakan Untuk Setiap Kegiatan
   
           
   


2.    Karakteristik Kesehatan
a.    Status Kesehatan saat ini
1)    Status kesehatan umum dalam 1 tahun terakhir :
   
2)    Status kesehatan umum selama 5 tahun terakhir :
   
3)    Gejala yang dirasakan/keluhan-keluhan kesehatan utama:
   
4)    Penanganan /pengobatan
a)    Berobat ke rumah sakit    :
b)    Ke Puskesmas    :
c)    Dokter Praktek    :
d)    Lain-lain, sebutkan ...........................
5)    Obat-obatan
a)    Nama    :
b)    Dosis    :
c)    Bagaimana/kapan menggunakannya    :
d)    Dokter yang menginstruksikan    :
e)    Tanggal resep    :
6)    Nutrisi
a)    Diet khusus, pembatasan makanan, atau pilihan
   
b)    Riwayat peningkatan/penurunan berat badan
   
c)    Pola konsumsi makanan (frekuensi, makan sendiri/dengan orang lain)
   
d)    Masalah-masalah yang mempengaruhi masukan makanan (mis: pendapatan tidak adekuat, kurang transportasi, masalah menelan/mengunyah, stres emosional)
   
e)    Kebiasaan
   
b.    Status kesehatan masa lalu
1)    Penyakit masa kanak-kanak
       
2)    Penyakit kronik
   
3)    Trauma
   
4)    Perawatan di rumah sakit (alasan, tanggal, tempat, durasi, dokter)
   
5)    Operasi (jenis, tanggal, tempat, alsan, dokter)
   
6)    Riwayat obstetrik
   

c.    Riwayat keluarga
1)    Gambarkan silsilah/genogram
(survey hal berikut ini: kanker, diabetes, penyakit jantung, hipertensi, gangguan kejang, penyakit ginjal, artritis, alkoholisme, masalah kesehatan mental, anemia)

d.    Pemeriksaan Fisik
1)    Kesadaran    :
2)    Tinggi badan    :
3)    Berat Badan    :
4)    Tanda-tanda vital    :
a)    Tekanan darah    :
b)    Nadi    :
c)    Pernafasan    :
d)    Suhu    :
5)    Kepala     :
6)    Mata    :
7)    Telinga    :
8)    Hidung    :
9)    Mulut dan Tenggorokan    :
10)    Leher    :
11)    Payudara    :
12)    Pernapasan    :
13)    Kardiovaskuler    :
14)    Gastrointestinal    :
15)    Perkemihan    :
16)    Genetalia    :
17)    Muskuloskeletal    :
18)    Sistem Endokrin    :
19)    Sistem persyarafan    :
20)    Psikososial    :
e.    Status eliminasi        :
f.    Status mobilisasi        :
g.    Status ekonomi kesehatan    :

B.    MASALAH KESEHATAN KROBIS
NO    Keluhan kesehatan/gejala yang dirasakan klien dalam 3 bulan terakhir berkaitan dengan fungsi-fungsi    Selalu    Sering    Jarang    Tidak pernah
1.    Fungsi penglihatan :
a.    Penglihatan kabur
b.    Mata berair
c.    Nyeri pada mata               
2.    Fungsi pendengaran
a.    Pendengaran berkurang
b.    Telinga berdering               
3.    Fungsi paru (pernafasan)
a.    Batuk lama disertai keringat malam
b.    Sesak nafas
c.    Berdahak /riak               
4.    Fungsi Jantung
a.    Jantung berdebar-debar
b.    Cepat lelah
c.    Pusing
d.    Nyeri/pegal daerah tengkuk               
5.    Fungsi Pencernaan
a.    Mual / muntah
b.    Nyeri ulu hati
c.    Makan dan minum banyak
d.    Perubahan kebiasaan BAB (diare atau sembelit)               
6.    Fungsi pergerakan
a.    Nyeri kaki saat berjalan
b.    Nyeri pinggang atau tulang belakang
c.    Nyeri sendi/bengkak               
7.    Fungsi persarafan
a.    Lumpuh/kelemahan kaki atau tangan
b.    Kehilangan rasa
c.    Gemetar               
8.    Fungsi saluran perkemihan
a.    BAK banyak
b.    Sering BAK malam hari
c.    Tidak mampu mengontrol BAK               

Kategori penilaian:
a)    Tidak pernah    : 0
b)    Jarang    : 1
c)    Sering        : 2
d)    Selalu        : 3   



C.    DUKUNGAN LANSIA
No.    Pertanyaan    Selalu    Sering    Jarang    Tidak pernah
Apakah lansia               
1.    Meluangkan waktu berbicara dengan klien               
2.    Mau mendengarkan keluhan klien               
3.    Mau menaggapi apa yang dibicarakan klien               
4.    Meluangkan waktu berkumpul dengan klien               
5.    Melibatkan klien dalam acara lansia               
6.    Memberi kebebasan klien untuk mengikuti kegiatan sosial di masyarakat               
7.    Merawat klien dengan penuh kasih sayang               
8.    Menghargai pendapat klien dan melibatkan klien dalam mengambil keputusan               
9.    Mau menerima klien apa adanya walaupun kemampuan klien tidak seperti dulu lagi               
10.    Siap membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi klien               
11.    Membantu menyediakan biaya untuk memenuhi kebutuhan klian sehari-hari : makan, pakaian dan kebutuhan lain               
12.    Membantu kebutuhan biaya untuk menjaga kesehatan klien               
13.    Menyediakan biaya untuk kegiatan sosial yang dilakukan klien diluar rumah               
14.    Menyediakan sarana transportasi untuk mengantar klien melakukan pemeriksaan kesehatan / berobat jika sakit               
15.    Mendukung klien untuk menggunakan sarana transportasi jika klien mengikuti kegiatan sosial diluar rumah               
16.    Mendukung klien untuk menggunakan sarana ternsportasi jika klien berpergian jauh (mengunjungi lansia, rekreasi dengan kelompok lansia)               
17.    Membantu menyiapkan makanan untuk kebutuhan makan sehari-hari               
18.    Memperhatikan jenis makanan yang sesuai dengan kebutuhan klien (makanan yang boleh/tidak boleh dimakan)               

D.    Pengkajian fungsional (indeks KATZ)
E.    Pengkajian ststus kognitif/afektif (SPMSQ/MMSE)
F.    Pengkajian sosial (skala depresi yesavage,Inventaris depresi beck, apgar keluarga)


II.    RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA
No.    Diagnosa Keperawatan    Tujuan     Kriteria Hasil    Rencana Keperawatan    Rasional
                   
                   


III.    IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA
No Diagnosa    Tanggal
/jam    Implementasi    Evaluasi Formatif    Ttd
            Do:
Ds:   

IV.    CATATAN PERKEMBANGAN/EVALUASI SUMATIF KEPERAWATAN LANSIA
Tanggal     Diagnosa Keperawatan    Evaluasi Sumatif    Ttd
        S    :
O    :
A    :
P     :

Askep Gerontik Hipertensi



1. Pengertian
Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang ditandai adanya tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi 90 mmHg.

2. Etiologi
Hipertensi dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam faktor antara lain:
- Kelelahan - Proses penuaan
- Keturunan - Diet yang tidak seimbang
- Stress - Sosial budaya
Akibat/ komplikasi dari penyakit hipertensi:
Gagal jantung, gagal ginjal, stroke (kerusakan otak), kelumpuhan.

3. Patofisiologi
Kerja jantung terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan tahanan perifer. Curah jantung pada penderita hipertensi umumnya normal. Kelainannya terutama pada peninggian tahanan perifer. Kenaikan tahanan perifer ini disebabkan karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pembuluh darah tersebut. Bila hipertensi sudah berjalan cukup lama maka akan dijumpai perubahan-perubahan struktural pada pembuluh darah arteriol berupa penebalan tunika interna dan hipertropi tunika media. Dengan adanya hipertropi dan hiperplasi, maka sirkulasi darah dalam otot jantung tidak mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia relatif. Keadaan ini dapat diperkuat dengan adanya sklerosis koroner.

4. Tanda dan gejala
- Sakit kepala - Perdarahan hidung
- Vertigo - Mual muntah
- Perubahan penglihatan - Kesemutan pada kaki dan tangan
- Sesak nafas - Kejang atau koma
- Nyeri dada

1. Data dasar pengkajian klien dengan hipertensi
- Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
- Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.
Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.
- Integritas Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.
- Eliminasi
Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.
- Makanan/ cairan
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
- Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina optik.
Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.

- Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
- Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu pernafasan.
- Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.

2. Pemeriksaan Diagnostik
- Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).
- BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
- Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
- Kalsium serum
- Kalium serum
- Kolesterol dan trygliserid
- Px tyroid
- Urin analisa
- Foto dada
- CT Scan
- EKG
Prioritas keperawatan:
- Mempertahankan/ meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
- Mencegah komplikasi.
- Kontrol aktif terhadap kondisi.
- Beri informasi tentang proses/ prognose dan program pengobatan.

3. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
1. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
2. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa:
- Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
- Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil mungkin.
- Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
- Batasi aktivitas.

4. Kemungkinan Diagosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan:
Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan/ kriteria:
- Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.
- Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
- Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Intervensi:
- Kaji respon terhadap aktifitas.
- Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.
- Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.
- Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat mandi, sisir rambut.
- Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.
- Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.
- Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.

Diagnosa Keperawatan:
Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.
Intervensi:
- Pertahankan tirah baring selama fase akut.
- Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti pijat punggung, leher, tenang, tehnik relaksasi.
- Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri kepala,misal: membungkuk, mengejan saat buang air besar.
- Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ancietas.



I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi motorik sekunder terhadap kerusakan neuron motorik atas.

Kriteria:
Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi:
1) Ajarkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit pada sedikitnya empat kali sehari.
R/ Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit tiga sampai empat kali sehari. Lakukan latihan dengan perlahan untuk memberikan waktu agar otot rileks dan sangga ekstremitas di atas dan di bawah sendi untuk mencegah regangan pada sendi dan jaringan.
R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak digunakan. Kontraktur pada otot fleksor dan adduktor dapat terjadi karena otot ini lebih kuat dari ekstensor dan abduktor.
3) Bila klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh.
R/ Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang berkepanjangan dapat menyebabkan kontraktur permanen.
4) Siapkan mobilisasi progresif.
R/ Tirah baring lama atau penurunan volume darah dapat menyebabkan penurunan tekanan darah tiba-tiba (hipotensi orthostatik) karena darah kembali ke sirkulasi perifer. Peningkatan aktivitas secara bertahap akan menurunkan keletihan dan peningkatan tahanan.
5) Secara perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke aktivitas fungsional sesuai indikasi.
R/ Memberikan dorongan pada klien untuk melakukan secara teratur.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik atau persepsi.
Kriteria hasil:
- Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
- Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
- Meminta bantuan bila diperlukan.
Intervensi:
1) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
R/ Membantu menurunkan cedera.
2) Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:
- Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
- Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
- Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.
R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.
3) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan alat bantu.
R/ Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan regangan atau jatuh.
4) Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.
R/ Klein dengan masalah mobilitas, memerlukan [emasangan alat bantu ini dan

Senin, 30 Juli 2012

lp post persalinan normal


TINJAUAN TEORI
POST PARTUM FISIOLOGIS

A. Pengertian Post Partum

            Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Mochtar, 1998). Akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan (Hanifa, 2002). Selain itu masa nifas / purperium adalah masa partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Mansjoer et.All. 1993).
Post portum / masa nifas dibagi dalam 3 periode (Mochtar, 1998) :
1.      Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2.      Purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya mencapainya 6 – 8 minggu.
3.      Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil / waktu persalinan mempunyai komplikasi.

B.PERUBAHAN FISIOLOGIS DALAM MASA NIFAS

Masa nifas merupakan masa kembalinya organ-organ reproduksi seperti sedia kala sebelum hakil, sehongga pada masa nifas banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi, diantaranya :
1.      Perubahan dalam system reproduksi
a. Perubahan dalam uterus/rahim (involusi uterus)
b. Involusi tempat plasenta
c. Pengeluaran lochea
d. Perubahan pada perineum, vulva, dan vagina
2.      Laktasi / pengeluaran Air Susu Ibu
Selama kehamilan horman estrogen dan progesterone menginduksi perkembangan alveolus dan duktus lactiferas dari dalam mamae dan juga merangsang kolostrum sesudah kelahiran bayi ketika kadar hormone esdtrogen menurun memungkinkan terjadinya kenaikan kadar hormone prolaktin dan produksi ASI pun dimulai.
3.      Perubahan system Pencernaan
Wanita mungkin menjadi lapar dan siap makan kembali dalam 1 jam atau 2 jam setelah melahirkan. Konstipasi dapat terjadi pada masa nifas awal dikarenakan kekurangan bahan makanan selama persalinan dan pengendalian pada fase defekasi.
4.      Perubahan system perkemihan
Pembentukan air seni oleh ginjal meningkat, namun ibu sering mengalami kesukaran dalam buang air kecil, karena :
o  Perasaan untuk ingin BAK ibu kurang meskipun bledder penuh
o  Uretra tersumbat karena perlukaan/udema pada dindingnya akibat oleh kepala bayi
o  Ibu tidak biasa BAK dengan berbaring
5.      Penebalan Sistem Muskuloskeletal
Adanya garis-garis abdomen yang tidak akan pernah menghilang dengan sempurna. Dinding abdomen melunak setelah melahirkan karena meregang setelah kehamilan. Perut menggantung sering dijumpai pada multipara.
6.      Perubahan Sistem Endokrin
Kadar hormone-hormon plasenta, hormone plasenta laktogen (hpl) dan chorionia gonadotropin  (HCG), turun dengan cepat dalam 2 hari, hpl sudah tidak terdeteksi lagi. Kadar estrogen dan progesterone dalam serum turun dengan cepat dalam 3 hari pertama masa nifas. Diantara wanita menyusui, kadar prolaktin meningkat setelah bayi disusui.
7.      Perubahan Tanda-tanda Vital
Suhu badan wanita in partu tidak lebih dari 37,20C. Setelah  partus dapat naik 0,50C dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi 38,00C sesudah 12 jam pertama melahirkan. Bila >38,00C mungkin ada infeksi. Nadi dapat terjadi bradikardi, bila takikardi dan badan tidak panas dicurigai ada perdarahan berlebih/ada vitrum korelis pada perdarahan. Pada beberapa kasus ditemukan hipertensi dan akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain dalam kira-kira 2 bulan tanpa pengobatan.
8.      Perubahan system kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pulih kembali ke keadaan tidak hamil dalam tempo 2 minngu pertama masa nifas. Dalam 10 hari pertama setelah melahirkan peningkatan factor pembekuan yang terjadi selama kehamilan masih menetap namun diimbangi oleh peningkatan aktifitas fibrinolitik.
9.      Perubahan Sistem Hematologik
Leukocytosis yang diangkat sel-sel darah putih berjumlah 15.000 selama persalinan, selanjutnya meningkat sampai 15.000 – 30.000 tanpa menjadi patologis jika wanita tidak mengalami persalinan yang lama/panjang.
Hb, HCT, dan eritrosit jumlahmya berubah-ubah pada awal masa nifas.
10.  Perubahan Psikologis Postpartum
Banyak wanita dalam minggu pertama setelah melahirkan menunjukkan gejala-gejala depresi ringan sampai berat.

C. TANDA-TANDA BAHAYA POSTPARTUM

o   Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak
o   Pengeluaran vagina yang baunya menusuk
o   Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung
o   Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan
o   Pembengkakan di wajah/tangan
o   Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan
o   Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
o   Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama
o   Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
o   Merasa sedih, merasa tidak mampu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri
o   Merasa sangat letih/nafas terengah-engah

D. Perawatan Post Partum

            Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan baik. Penolong harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam post partum, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Delapan jam post partum harus tidur telentang untuk mencegah perdarahan post partum. Sesudah 8 jam, pasien boleh miring ke kanan atau ke kiri untuk mencegah trombhosis. Ibu dan bayi dapat ditempatkan dalam satu kamar. Pada hari seterusnya dapat duduk dan berjalan. Diet yang diberikan harus cukup kalori, protein, cairan serta banyak buah-buahan. Miksi atau berkemih harus secepatnya dapat dilakukan sendiri, bila pasien belum dapat berkemih sendiri sebaiknya dilakukan kateterisasi. Defekasi harus ada dalam 3 hari post partum. Bila ada obstipasi dan timbul komprestase hingga vekal tertimbun di rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila hal ini terjadi dapat dilakukan klisma atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh adanya mules, dapat diberi analgetika atau sedatif agar dapat istirahat. Perawatan mamae harus sudah dirawat selama kehamilan, areola dicuci secara teratur agar tetap bersih dan lemas, setelah  bersih barulah bayi disusui.

F. Diagnosa Keperawatan

1.      Gangguan rasa nyaman, nyeri akut b/d trauma perineum, proses kelahiran, payudara bengkak, dan involusi uterus
2.      Kurang pengetahuan tentang manejemen laktasi dan perawatan bayi b/d kurangnya informasi
3.      Kurangnya pengetahuan tentang perawatan post partum b/d kurangnya informasi

G. Intervensi

            Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan pada klien perdarahan post partum menurut prioritas dan rencana keperawatannya adalah :
a.       Gangguan rasa nyaman, nyeri akut berhubungan dengan trauma perineum, proses kelahiran, payudara bengkak, dan involusi uterus (Carpenito, 1997).
Tujuan :     Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri                            berkurang atau hialng, dengan kriteria hasil pasien tidak                          mengeluh nyeri, ekspresi wajah tenang, skala nyeri dalam                                   batas normal (2-3).

Intervensi keperawatan :
1.      Berikan individu kesempatan untuk beristirahat.
Rasional: meningkatkan relaksasi
2.      Ajarkan tindakan non infasif, seperti relaksasi.
Rasional: menurunkan tekanan vaskuler serebral
3.      Kaji skala nyeri.
Rasional: mengidentifikasi tingkat nyeri
4.      Ajarkan metode distraksi selama muncul nyeri akut.
Rasional: menurunkan tekanan vaskuler serebral
5.      Beri posisi yang nyaman pada pasien.
Rasional: meningkatkan relaksasi/meminimalkan stimulus
6.      Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: menurunkan/mengotrol nyeri dan menurukan sitem saraf simpatis
b.      Kurangnya pengetahuan tentang manajemen laktasi dan perawatan bayi berhubungan dengan kurangnya informasi (Carpenito, 1997).
Tujuan :     Pasien mengerti pendidikan kesehatan yang diberikan                                  mengenai manajemen laktasi dan perawatan bayi setelah                             dilakukan tindakan perawatan dengan kriteria hasil pasien                                    mampu menjelaskan kembali mengenai informasi yang                           telah diberikan.
Intervensi keperawatan :
1.      Kaji pengetahuan dan pengalaman menyusui, koreksi mitos dan kesalahan informasi.
2.      Kaji tingkat pengetahuan klien tentang perawatan bayi yaitu perawatan tali pusat dan perawatan payudara.
3.      Jelaskan mengenai gizi waktu menyusui.
4.      Kaji respon klien dalam menerima pendidikan kesehatan.
5.      Minta klien untuk menjelaskan kembali informasi yang telah diberikan.
c.       Kurangnya pengetahuan tentang perawatan post partum berhubungan dengan kurangnya informasi (Tucker, 1993).
Tujuan :     Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien dapat                                    mengungkapkan pemahaman tentang perawatan diri post                          partum.
Intervensi keperawatan :
1.      Anjurkan klien untuk menghindari coitus selama 4 – 6 minggu / sesuai anjuran dokter.
2.      Demonstrasikan perawatan payudara dan ekspresi manual bila ibu menyusui.
3.      Tekankan pentingnya diet nutrisi.
4.      Anjurkan pasien untuk menghindari mengangkat apapun yang lebih berat dan bayi selama 2 -3 minggu.
5.      Jelaskan perlunya dengan cermat pada bagian perineal.
6.      Wapadakan klien untuk menghindari konstipasi.
7.      Diskusikan gejala untuk dilaporkan kepada dokter.
8.      Jelaskan bahwa lokhea dapat berlanjut selama 3 – 4 minggu perubahan dari merah menjadi coklat sampai putih.
9.      Beritahu menstruasi akan kembali 6 – 8 minggu setelah perawatan.
10.  Tekankan pentingnya rawat jalan terus menerus termasuk pemeriksaan post pasca partum.
11.  Perawatan vagina/vulva hygiene
Rasional: Membersihkan perineum



















DAFTAR PUSTAKA

Badan Penerbit Universitas Diponegoro (1991). Pelatihan Gawat Darurat Prenatal. Semarang : CV. Grafika Karya.
Carpenito, L. J. (1997). Hand Book of Nursing Diagnosis. Edisi VI. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
DEPKES RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Jakarta (1995). Pencegahan dan Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan. Jakarta : DEPKES RI
Doenges, M. E. (1999). Nursing Care Plans, Guidelines for Planning and    Documentating Patient Care. Edisi III. Jakarta : Penerbit Buku           Kedokteran, EGC.
Long, Barbara. C (1996). Essential of Medical Surgical Nursing. Cetakan I. Penerbit CV. Mosby Company, St. Louis, USA